Rabu, 20 April 2016

15 Waktu, Keadaan dan Tempat DOA MUSTAJAB - Part 1

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Pada kesempatan ini, insya Allah kami akan menyebutkan waktu, keadaan, dan tempat dimana berdoa ketika itu sangat mustajab. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.

Waktu, Keadaan, dan Tempat Dimana Berdoa Ketika Itu Mustajab sebagai berikut :

1. Malam Lailatul Qadr

Dalil yang menunjukkan bahwa malam lailatul qadr waktu mustajab untuk berdoa adalah firman Allah Ta’ala di surah Al Qadr, dan hadis Aisyah radhiallahu ‘anha ketika ia berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku apa yang akan aku ucapkan jika aku mengetahui malam Lailatul Qadr?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah:

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبَّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf dan Maha Pemurah. Engkau suka memaafkan, maka ampunilah aku.” (HR. Tirmidzi dan ia menshahihkannya, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)



2. Sepertiga Malam Terakhir

Amr bin Anbasah meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ العَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ

“Waktu yang paling dekat Allah kepada seorang hamba adalah pada malam yang terakhir. Oleh karena itu, jika kamu sanggup berada pada waktu itu sebagai orang yang berdzikir kepada Allah, maka lakukanlah.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah, Nasa’i, dan Hakim).




3. Akhir Shalat Fardhu

Hal ini berdasarkan hadis Abu Umamah al-Bahiliy, bahwa ia berkata: Ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, doa mana yang lebih mustajab?” Beliau menjawab,

جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ المَكْتُوبَاتِ

“Di malam yang terakhir dan akhir shalat fardhu.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Maksud akhir shalat fardhu ini, bisa sebelum salam dan bisa setelah salam, namun penulis lebih cenderung, bahwa maksudnya adalah sebelum salam, wallahu a’lam.





4. Antara Azan dan Iqamat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Berdoa tidaklah ditolak antara azan dan iqamat.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)










5. Satu Waktu di Setiap Malam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu yang jika seorang muslim bertepatan waktu itu dalam keadaan meminta kepada Allah kebaikan tentang perkara dunia maupun akhirat kecuali Allah akan berikan kepadanya. Hal itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)





6. Ketika Azan Untuk Shalat Fardhu

Abu Dawud meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا

“Ada dua yang tidak ditolak atau jarang sekali ditolak, yaitu berdoa ketika azan (antara azan dan iqamat) dan ketika perang, yakni ketika kedua pasukan bercampur baur.” (HR. Abu Dawud dan Darimi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Al Hafizh berkata, “Hadis hasan shahih.”)





7. Ketika Turun Hujan

Imam Syafi’i meriwayatkan dalam al-Umm, 1:223-224 dengan sanadnya yang sampai kepada Makhul, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

اُطْلُبُوا إِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوْشِ، وَإِقَامَةِ الصَّلاَةِ وَنُزُوْلِ الْمَطَرِ

“Carilah waktu pengabulan doa ketika pasukan berhadapan, ketika shalat ditegakkan, dan ketika hujan turun.” (Menurut Syaikh al-Albani bahwa isnad ini dha’if karena mursal-nya dan karena majhul-nya guru Imam Syafi’i, karena ia mengatakan “Telah menceritakan kepadaku orang yang saya tidak berprasangka buruk kepadanya” tanpa menyebutkan siapa namanya dan perkataan tersebut tidak berarti orang tersebut tsiqah, karena di antara gurunya ada yang muttaham (tertuduh), yaitu Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya al-Aslami, sedangkan dalam ilmu Musthalah dinyatakan, bahwa ucapan seseorang, “Telah menceritakan kepadaku orang yang tsiqah,” tidak bisa dipakai hujjah sampai diketahui orang itu ditsiqahkan. Meskipun begitu, menurut Syaikh al-Albani, hadis ini memiliki beberapa syahid dari hadis Sahl bin Sa’ad, Ibnu Umar, dan Abu Umamah yang ia sebutkan dalam at-Ta’liqur Raghiib (1:166). Hadis tersebut meskipun secara satuannya dha’if, tetapi jika dipadukan dengan hadis mursal ini dapat menjadi kuat dan naik ke derajat hasan insya Allah Ta’ala, lihat ash-Shahiihah no. 1469).



Next

Tidak ada komentar:
Write komentar

Advertising Here